TASAWUF MELAYU NUSANTARA: PERSPEKTIF MUHAMMADIYAH DAN NAHDLATUL ULAMA

Purmansyah Ariadi

Sari


Di Indonesia ada dua organisasi yang terwarnai dengan perdebatan dan pertentangan dalam kehidupan sosial keagamaan masyarakat, sekalipun tidak begitu tampak dipermukaan, yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Salah satu bentuk dari perdebatan dan pertentangan tersebut masalah tasawuf. Persyarikatan Muhammadiyah didirikan terinspirasi oleh pemikiran modern Jamaludin al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha sekaligus pemikir salaf Ibn Taimiyah, Muhammad bin Abdul Wahab yang dicirikan pintu ijtihad selalu terbuka, kembai kepada al-Qur?an dan as-Sunnah. Nahdlatul Ulama menganut paham Ahlussunnah wal Jama?ah Dalam bidang tasawuf mengembangkan metode Abu Hamid al-Ghazali dan al-Junaid al-Baghdadi. NU memandang tasawuf merupakan ajaran yang harus dijaga kelestariannya. Pada tanggal 10 Oktober 1957 NU mendirikan badan otonom (Banom) Jam’iyah Ahli Thariqah Muktabarah, selanjutnya pada muktamar Semarang tahun 1979 ditambahkan kata an-Nahdliyah untuk menegaskan bahwa badan ini berafiliasi kepada NU. Sepanjang perjalanan kedua organisasi Islam terbesar di Indonesia ini, senantiasa diwarnai koorporasi, kompetisi, sekaligus konfrontasi. Keberadaan Muhammadiyah dan NU dalam sejarah Melayu Nusantara terutama yang berkaitan dengan tasawuf sangat menarik untuk dikaji.

Teks Lengkap:

PDF

Refbacks

  • Saat ini tidak ada refbacks.